Guru-guru di
daerah selama ini mengeluarkan biaya sendiri untuk kuliah dalam rangka
meningkatkan kompetensi diri. Padahal, sebenarnya pemerintah memiliki alokasi
anggaran untuk sertifikasi atau peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan
atau biaya melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebutkan, kualifikasi
pendidikan guru harus Strata 1 dan Diploma 4 serta bersertifikat pendidik tanpa
menyebutkan tahun pengangkatan. Hal ini dikemukakan Ketua Umum Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo, Selasa (23/6), di Jakarta.
“Pemerintah tidak tahu berapa kebutuhan guru dan tidak ada
perencanaan yang jelas dalam pengadaan guru serta berapa guru yang harus
ditingkatkan kualifikasinya. Ini isyarat buruknya kinerja pemerintah
meningkatkan mutu guru,” ungkapnya.
PGRI menyesalkan penafsiran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
terhadap UU Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), khususnya Pasal 82 Ayat (2) bahwa
yang wajib berkualifikasi S-1/D-4 dan bersertifikat pendidik adalah guru yang
diangkat sebelum tahun 2006. “Penafsiran itu sebenarnya untuk menutupi
kegagalannya sehingga seolah-olah Kemdikbud sukses besar,” kata Sulistiyo.
Dalam Pasal 82 Ayat (2) disebutkan “Guru yang belum memiliki
kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam UU ini
wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10
(sepuluh) tahun sejak berlakunya UU ini”. Ini berarti untuk semua guru. Jadi,
selama 10 tahun, yakni sampai tahun 2015, seharusnya semua guru sudah
berkualifikasi S-1 atau D-4 dan bersertifikat pendidik.
Pasal 13 Ayat (1) juga menyebutkan “Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan
sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat”. Itu berarti, kata Sulistiyo, pemerintah dan pemerintah daerah
wajib menyediakan anggarannya.
Penjelasan guru dalam jabatan seperti disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Ayat (9) adalah guru yang sudah mengajar. Jika
setelah tahun 2005 pemerintah dan atau pemerintah daerah mengangkat guru yang
belum S-1 atau D-4 dan belum bersertifikat pendidik berarti wajib ditingkatkan
kualifikasi pendidikannya dan diberi sertifikat pendidik.
“Kalau Kemdikbud menyatakan yang wajib disertifikasi hanya guru yang
diangkat sebelum tahun 2006, apa dasarnya? Itu penafsiran akal-akalan agar
seolah-olah Kemdikbud sukses besar melaksanakan UUGD. Kenapa tidak mengakui
saja kalau belum berhasil karena kemampuan (khususnya anggaran) terbatas,
kemudian dirancang agar bisa segera selesai. Itu malah terhormat,” kata
Sulistiyo.
Uji kompetensi guru
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Sumarna Surapranata memaparkan untuk memetakan
kompetensi guru secara detail, pemerintah akan meninjau kembali hasil uji
kompetensi guru. Dari sekitar 1,6 juta guru yang mengikuti uji kompetensi guru,
hasil kompetensi 1,3 juta guru di antaranya berada di nilai nol hingga enam.
Peninjauan kembali hasil uji kompetensi guru ini akan berdampak pada penerimaan
tunjangan profesi guru yang nilainya setara dengan gaji pokok.
“Apakah tunjangan itu harus dalam bentuk uang? Tunjangan bisa
dalam bentuk insentif atau lainnya. Kita akan mengkaji aturan
perundang-undangannya dulu. Yang penting guru harus ditingkatkan harkat
martabat keprofesiannya,” tutur Sumarna.
Pengkajian ulang hasil uji kompetensi guru (UKG) ini menjadi
prioritas pemerintah sesuai dengan target percepatan peningkatan kualitas
pendidikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional. Dari
hasil UKG itu akan dipetakan satu per satu kembali kelebihan dan kekurangan
setiap guru. Selain itu, hasil UKG juga bisa digunakan untuk menetapkan
penempatan tugas guru, pelatihan, dan pemetaan. “Dalam 1-2 bulan ke depan akan
ada cara meningkatkan kompetensi guru yang efektif dan efisien,” ujar Pranata.
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya disebutkan, mulai tahun 2016 pencairan tunjangan profesi guru
akan berbasis kinerja guru. Salah satu tolok ukur kinerja adalah kompetensi dan
salah satu variabel penilaian kerja adalah kehadiran guru di kelas.
Persoalan kompetensi guru ini dikemukakan para anggota Komisi X
DPR pada saat rapat kerja dengan jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
pekan lalu. “Masalah pendidikan di Indonesia ada pada guru. Kualitas pengajaran
masih rendah, padahal guru semakin sejahtera. Banyak guru tidak mampu secara
akademis dan sering tidak masuk,” kata anggota Komisi X, Junico BP Siahaan.
Anggota Komisi X DPR, Esti Wijayati, juga mempertanyakan program sertifikasi guru yang semestinya
meningkatkan kompetensi guru dalam proses pembelajaran. “Apakah program atau
sistem ini harus diubah atau bagaimana? Apa langkah Kemdikbud terkait guru
tidak tetap dan pegawai tidak tetap di sektor pendidikan?” ujarnya.
Menjawab pertanyaan para anggota Dewan, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Anies Baswedan mengakui penataan dan program sertifikasi guru tidak
memadai. Untuk itu, ia berencana membuat tim khusus internal Kemdikbud untuk meninjau kembali
sistem tata kelola guru.
(Sumber
: kompas.com )
Post a Comment