Waktu-waktu menjelang Ramadhan dan Lebaran
menjadi saat yang tepat untuk melihat terengah-engahnya negara dalam
mengurusi pangan.
Tidak terkecuali saat ini, kebutuhan masyarakat yang meningkat
senantiasa menyertai datangnya bulan suci seperti biasa harus berhadapan
dengan melambungnya harga bahan pokok. Kali ini bahkan lebih berat
karena daya beli masyarakat juga sedang di titik rendah. Tugas
Pemerintahpun makin tak mudah karena harus pula berlawanan dengan para
spekulan dan penimbun bahan pokok.
Mengutip Media Indonesia, Harga
bahan pokok sepenuhnya ditentukan pasar karena negara hampir tak punya
instrumen untuk mengaturnya, kecuali UU No 7/2014 tentang Perdagangan.
Undang-undang itu pun belakangan juga tak terbukti efektif karena sampai
saat ini belum pernah ada penimbun pangan yang diproses hukum. Padahal,
dalam kondisi infrastruktur dan sistem logistik yang tak mumpuni,
mekanisme pasar hanya menjadi lapangan yang nyaman bagi praktik
spekulasi dan penimbunan. Akibatnya, seperti kita lihat dari tahun ke
tahun, negara takluk dan rakyat yang terperangkap getahnya. Kali ini
peraturan presiden (Perpres) tentang pengendalian harga bahan pokok
diharpkan bisa menajdi ulur tangan pemerintah mengtasi persoalan harga
pangan yang sering terjadi di negeri ini, seperti disampaikan anggota
dewan redaksi media Indonesia Abdul Kohar.
Setiap Ramadan yang selama
ini menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar, tentu terjadi kondisi
'waktu-waktu tertentu'. Artinya, bila benar aturan baru itu sudah
diteken Presiden, kita harapkan Kemenkum dan HAM jangan berlama-lama
untuk melegalisasinya agar gejolak harga pangan yang terjadi saat ini
dapat segera diredam.
mayangkara
Post a Comment